Amankan Dresta Hindu Bali, Bendesa Adat Kesiman Tutup Asharam Sampradaya

Amankan Dresta Hindu Bali

DENPASAR | TRIPONNEWS.com – Dalam upaya menyelamatkan Dresta hindu Bali khususnya di widangan Kesiman, Desa Adat Kesiman bertindak tegas untuk menertibkan kegaiatan sampradaya yang tidak sesuai dengan Dresta Bali yang di bungkus dengan konsep Kahyangan.

Langkah tegas ini dilakukan oleh Bendesa Adat Kesiman” Jero Ketut Mangku Wisna” bersama prajuru anyar melakukan sidak dan penutupan Ashram Krisna Balaram yang berada di kawasan Padang Galak. Kegiatan sampradaya yang tidak sesuai dengan Dresta Hindu Bali di padanggalak sebelumnya sudah dikeluhkan oleh masyarakat.

Mereka bukan penduduk atau masyarakat yang terdata di Desa Adat Kesiman dan selalu melakukan kegiatannya yang tidak sesuai dengan Dresta Hindu Bali, oleh karena itu penyidakan dilakukan demi menjaga dan melindungi tradisi dan Budaya hindu sebagai warisan leluhur.

Apa Itu Dresta Hindu Bali

Dresta Hindu Bali sebagai pandangan dari suatu masyarakat mengenai tata krama dalam menjalankan hidup dan kehidupan di masyarakat atau desa pekraman. Dan karena setiap masyarakat dalam lingkup desa/wilayah berbeda latar belakangnya ( sosial, ekonomi, budaya, sifat keagamaannya) maka meski tidak mencolok.

Dresta adalah pedoman sebagai pandangan, kebiasaan – kebiasaan maupun aturan – aturan dari suatu daerah tertentu yang terdiri dari empat yang dinamakan catur dresta, sebagaimana disebutkan dalam hukum hindu, catur dresta terdiri dari :

1. Purwa/Kuna Dresta merupakan kebiasaan-kebiasaan yang sudah melekat pada kehidupan masyarakat secara turun tumurun.

2. Desa dresta merupakan peraturan-peraturan yang diterapkan untuk lingkungan sempit atau desa adat pakraman.

  • Bagi pendatang (krama tamiu) baru, pertama kali masuk ke suatu desa adat pakraman terlebih dahulu harus mampu beradaptasi dengan aturan desa adat pekraman yang telah ada.
  • Tujuannya tidak lain hanya semata-mata untuk menciptakan hubungan yang hamonis.

3. Loka Dresta yaitu hampir sama dengan Desa dresta hanya saja scope / lingkupnya yang lebih luas. Agar hubungan menjadi harmonis maka kita sebagai warga sepatutnyalah untuk mengikuti aturan – aturan sesuai dengan daerahnya.

4. Sastra Dresta merupakan aturan pamungkas yaitu jika seluruh dresta di atas tidak dapat diimplementasikan dan menimbulkan perdebatan yang tidak jelas, maka satu-satunya yang harus dipedomani adalah sastra dresta ini yaitu di luar dari tiga aturan tersebut di atas

Baca juga : Seni dan Budaya yang harus tetap di jaga

Dilihat dari sumber pijakan atau acuannya, maka diantara ke empat dresta tersebut diatas yang menempati posisi tertinggi sebagai pedoman dalam melaksakan ajaran agama adalah Sastra Dresta baik yang berstatus Sruti maupun Smrti, dimana keduanya merupakan Dharma Sastra–> sumber kebenaran agama dan wahyu Tuhan.

Dasar Hukum Penutupan Ashram Padanggalak Kesiman

Demi menjaga tradisi dan adat yang sudah ada sejak turun temurun, maka Prajuru atau Petajuh Bidang Parahyangan Kesiman, I Gede Anom Ranuara, S.Pd , S.Sn , M.Si senin (19/4) membidik lokasi lain yang dijadikan tempat beraktivitas berbau sampradaya non-dresta Bali.

Gede Anom mengatakan, pihak desa adat kini bersikap tegas terhadap upaya perusakan Dresta Hindu Bali. Kami menduga masih ada asram kecil dengan aktivitas yang sama berjalan secara diam-diam di kawasan kesiman. Lokasinya masih di rahasiakan dan akan segera di tertibkan. Karena secara lembaga mereka tidak terdaftar di desa adat dan pengikutnya adalah orang luar denpasar.

Langkah ini sesuai dengan Perda Desa Adat no.4 tahun 2019 dan keputusan bersama MDA dan PHDI Bali. Ynag menyebutkan Desa adat memiliki otonomi penuh untuk mengurus kehidupan warganya termasuk kegaiatan keagamaan hindu yang berdasarkan Dresta Bali.

Baca Juga : Menag, Pelaku Pelecehan Agama Harus di Adili Mesti Sudah Minta Maaf

Menurut Gede Anom, Kegiatan sampradaya ini mengancam eksitensi dresta yang berkonsep kahyangan yang sangat di hargai di Bali. Jika sampai ajaran ini berkembang, umat di ajak jauh dari pura dan tradisi lalu siapa yang akan menjadi pengempon dan menjaga pura kahyangan tida di Bali.

Kedua, prosesi ngarebong sebagai simbol kuatnya desa adat Kesiman sudah diakui Negara sebagai warisan budaya, kami menilai ini lebih penting dari pada ashram non-dresta” tambahnya.