Dilaporkan Terkait Penutupan Ashram, Ketua MDA Sebut Tak Paham Hukum

Penutupan Ashram Sampradaya

Dilaporkan terkait Penutupan Ashram Sampradaya, Ketua MDA Bali sebut MKKBN Kurang Memahami Hukum. Mengenai hal tersebut ketua MDA Bali merespon 14/5/21

Terkait laporan ketua MKKBN ( Majelis Ketahanan Krama Bali Nusantara ) Ketut Nurasa yang menuntut keadilan mengenai penutupan ashram sampradaya, dan mengganggu ketenangan. MKKBN melalui ketuanya, Ketut Nurasa, melaporkan ketua MDA Bali dan PHDI Bali secara pidana ke Polda Bali, Kamis 13 Mei 2021.

Ketua MDA Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, selanjutnya memberi respon atas laporan ini, Jumat 14 Mei 2021.

Bendesa Agung ini menyikapi laporan itu dengan tenang, dan memandang sebagai sisi dari ketidaktahuan pelapor pada dusun tradisi, MDA, dan dresta Bali pada umumnya.

Beberapa poin respon Ketua MDA Bali

SKB PHDI dan MDA Bali yang disampaikan ialah keputusan kolektif kolegial yang di ambil setelah melakukan paruman beberapa kali. Tidak sebagai keputusan perorangan atau individu.

“Saudara Ketut Nurasa ini kelihatannya kurang memahami hukum, dan masih perlu untuk perdalam kembali teori dan praktik hukum,” katanyaJumat 14 Mei 2021 malam.

Untuknya, menuntut SKB mengapa justru ke ranah pidana atau polisi, tetapi seharusnya ke pengadilan langsung.

Dia juga menyebutkan yang membuat kegelisahan bukan MDA dan PHDI Bali, tetapi Hare Krisna (HK) dan sampradaya asing.

Penutupan Ashram Sampradaya

“Yang membuat kegelisahan bukan SKB MDA dan PHDI, yang membuat kegelisahan secara luas dan kerusuhan malah ialah HK dan sampradaya asing,” ucapnya.

Sambungnya, HK dan sampradaya asing yang lain sudah membuat kegelisahan yang semakin makin tambah meluas, sudah mengakibatkan munculnya kerusuhan di sejumlah wilayah di Indonesia, terutamanya di Bali.

“Karena menebarkan secara terancang, masif dan vital kepercayaan agama yang paling berlainan di tengah warga yang telah beragama di Indonesia, terutamanya di Bali (di wewengkon dusun adat),” ucapnya.

Baca Juga : Siap Puputan, MKKBN Laporkan MDA dan PHDI ke Polda Bali

Bahkan juga, katanya, lewat tokoh-tokohnya sudah menjelek-jelekkan agama Hindu Bali atau Hindu dresta Bali.

“Lewat tokoh-tokohnya kerap mendiskreditkan tradisi Bali, budaya Bali dan desa adat di Bali,” ucapnya.

Sudah merekayasa ajaran Hindu Bali (Hindu dresta Bali) lewat penerbitan dan penebaran buku-buku hasil pemanipulasian itu.

“Apa tiap surat keputusan atau ketentuan dan peraturan sah yang kebenaran memunculkan kegelisahan atau masalah dapat dipidanakan?” ucapnya.

“UU, PP, kepres, perda, peraturan gubernur, dan yang lain jika memunculkan kegelisahan atau masalah, selanjutnya dapat dipidanakan?” tanyanya.

Permasalahan Nama dan Gelar

Sementara permasalahan gelar Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, tegas ia, ialah syah sebagai gelar tradisi atau treh di Bali. Gelar panglingsir ialah telah terbiasa.

“Karena telah sah oleh keluarga besar se-Bali kaadegang sebagai panglingsir agung dengan upacara di merajan agung di Semarapura. Dan dipuput oleh sulinggih, dilihat oleh Ida Dalem Semaraputra,” terangnya.

Karena itu, sambungnya, gelar itu ialah sepanjang umur. Dalam kasanah hukum Indonesia dapat dikelompokkan sebagai nama alias. Menggunakan nama alias atau gelar yang syah ialah syah di Indonesia.

Dia masih menggunakan nama walaka (nama asli) yang di KTP karena alasan keperluan admisistratif.

Menurut dia, ke-2 nama itu ialah masih penting, karena banyak document yang saat walaka, menggunakan nama walaka.

“Nama I Dewa Besar Ngurah Swastha masih dipakai pada saat dalam transaksi bisnis keuangan, bank, ticket pesawat dan yang lain,” tegasnya.

Sedang nama gelar digunakan saat di luar transaksi bisnis keuangan, ticket pesawat, atau document yang menggunakan nama saat walaka itu.

“Tidak ada yang diselinapkan, tidak ada yang dipalsukan. Bahkan juga dalam tiap curiculum vitae yang menyebar di mana saja, ke-2 nama itu dicatat,” ucapnya.

Tidak ada yang diselinapkan, untuk dua identitas itu orangnya benar-benar terang, dan tak pernah ada tanda-tanda sembunyikan identitas. “Sebagian besar sulinggih, praratu atau lupasir puri, penopang, masih menggunakan nama walakanya yang tertera di KTP alias dua nama,” tegasnya.

Baca juga : LBH Bali Mengutuk Penutupan Ashram Balaram Karena Melanggar HAM