Presidensi G20 di Bali 2022 dan Climate Leadership

Presidensi G20 di Bali 2022 dan Climate Leadership

Yaitu cincin peraturan yang hasilkan nilai-nilai dan faedah sosial, sosial-lingkungan, ekonomi, ekonomi-sosial, ekonomi-lingkungan, dan lingkungan untuk negara dan bangsa. Hingga peraturannya terarah, terukur, tidak bias, pertahanan kuat, dan kontrol kuat oleh negara. G20 diprakarsa dan dibuat oleh tatap muka beberapa menkeu negara G7, misalkan Paul Martin Menkeu Kanada, Hans Eichel Menkeu Jeman, Larry Summers Menkeu AS pada 15-16 Desember 1999 di Berlin, Jerman. Konsentrasi awalnya G20 adalah kestabilan keuangan global.

Baca juga : 3 Desa Wisata Buleleng diusulkan jadi lokasi kunjungan KTT G20

Jadwal Dasar G20 era 20

Karena itu jadwal dasar G20 era 20 adalah tanggapan peraturan pada kritis nilai ganti, misalkan kritis keuangan Asia Tenggara (1997-1999), rubel Rusia (1998), dan peso Meksiko (1994). Karena itu akhir era 20, konsentrasi jadwal G20 adalah kestabilan keuangan global dan hutang negara (sovereign debt) (Ibbitson, 2016; Liao, 2016). Sasaran khusus adalah kemajuan ekonomi berbasiskan peraturan transparansi pasar uang dan perdagangan dunia. Tahun 2016, G20 membingkai loyalitas Jadwal 2030 pembangunan terus-menerus dari PBB.

Rumor dasarnya adalah perkembangan imbang-berkelanjutan; pelindungan planet Bumi dari degradasi; pengokohan partner negara berkembang dan negara miskin. G20 Summit Hangzhou, Tiongkok, menyetujui rencana-aksi dan konsep implikasi Jadwal 2030 (Tanu et al, 2020). Presidensi G20 di Bali hadapi rintangan riel peralihan mekanisme energi yang memacu kelahiran tata baru sosial-ekonomi-lingkungan beberapa negara era 21.

Data International Institute for Sustainable Development (IISD, 2021) mengatakan, beberapa negara G20 sudah habiskan lebih dari 3,3 triliun dollar AS bantuan ke bahan bakar fosil semenjak Persetujuan Cuaca Paris (Paris Agreement) tahun 2015 (Carrington, 2021). Laporan IISD (2021) menambah jika peralihan bantuan konsumsi bahan bakar fosil pada 32 negara, bisa kurangi emisi gas rumah kaca global sekitaran 5,46 miliar ton CO2 tahun 2030.

Jumlah ini ekuivalen dengan emisi CO2 /tahun dari 1000 pabrik pembangkit listrik batu-bara atau 3,8 miliar mobil. Bahkan juga reformasi bantuan itu mengirit sekitaran 3 triliun dollar AS bujet pemerintahan 32 negara di tahun 2030. Rintangan Presiden G20 di Bali yang lain adalah G20 isi 75 % emisi karbon dunia (IISD, 2021).

Karena itu referensi peralihan ke mekanisme energi bersih-berkelanjutan dari G20 Bali diharap bisa memberi respon rintangan kepimpinan negara era 21 yaitu ringkih ekosistem, ringkih tanah-air, musnah keberagaman-hayati, desertifikasi, mafia ekonomi, kartel, pengangguran, saluran “gelap” modal, ketidak-adilan, korupsi, wabah, kemiskinan akut, kritis kemanusiaan, musibah alam, kelangkaan air sehat-bersih, penipisan sumber daya alam, dan kebakaran hutan.