Upacara Ngaben di Bali – Makna, Rangkaian dan Sarana

Upacara Ngaben di Bali

Upacara Ngaben di Bali – Pulau Bali yang dikenal juga sebagai “Pulau Seribu Pura” mempunyai ritual unik dalam menghormati leluhur atau sanak saudara yang sudah meninggal. Jika di daerah lain orang yang meninggal biasanya dikubur, namun tidak begitu dengan masyarakat Hindu di Bali.

Seperti penganut Hindu di Bali, mereka akan mengadakan upacara kremasi yang disebut dengan Upacara Ngaben, yakni ritual pembakaran mayat sebagai lambang penyucian roh orang yang meninggal.

Dalam keyakinan Hindu, jasad manusia terbagi dalam beberapa unusr yaitu badan kasar (fisik) dan badan alus (roh atau atma). Badan kasar itu dibuat oleh 5 unsur yang disebutkan Panca Maha Bhuta, yang terbagi dalam pertiwi (tanah), apah (air), teja (api), bayu (angin), dan akasa (ruang hampa). Ke-5 unsur ini bersatu membuat fisik manusia yang selanjutnya digerakkan oleh roh.

Di saat meninggal, yang mati sebenarnya hanya jasad kasarnya saja, sementara rohnya tidak. Oleh karenanya, untuk menyucikan roh itu dibutuhkan Upacara Ngaben untuk memisahkan jasad kasar dan rohnya.

Mengenal Upacara Ngaben di Bali

Mengenai asal kata Ngaben sendiri ada tiga pendapat. Ada yang menjelaskan berasal dari kata beya yang maknanya bekal, ada yang merunutnya dari kata ngabu atau jadi abu.

Dan ada pula yang menyimpulkannya dalam kata ngapen adalah penyucian dengan memakai api. Dalam agama Hindu, dewa pembuat atau Dewa Brahma dikenal juga sebagai dewa api.

Oleh karenanya, Upacara Ngaben dapat dilihat sebagai usaha membakar kotoran yang berbentuk jasad kasar yang menempel pada roh ( pralina atau menyatukan jasad), dan mengembalikan roh ke Sang Penciptanya.

Upacara Ngaben sangat menarik pelajari. Ngaben tergolong seni adat Bali terpopuler. Dalam keyakinan agama Hindu, badan manusia yang telah meninggal selanjutnya akan disucikan dengan api atau di bakar.

Upacara pembakaran mayat ini dikenali dengan istilah ngaben. Upacara ngaben adalah sebuah proses mengembalikan roh yang meninggal ke asalnya atau pengembalian unsur-unsur panca maha butha ke Sang pencipta.

Ngaben dengan bahasa Bali mempunyai konotasi positif yang disebutkan Pelebon, Pelebon datang dari kata lebu yang maknanya lebu, lebuh ialah pertiwi atau tanah. Ada dua langkah untuk menjadikan tanah yakni ngaben (dibakar) dan menanam ke tanah (metanem).

Pelaksanaan ritual upacara ngaben di Bali

Untuk melakukan upacara ngaben memerlukan biaya yang termasuk cukup mahal. Dari segi agama Hindu sendiri bisa disamakan, untuk keluarga yang tidak mampu, umumnya akan diselenggarakan upacara ngaben secara massal.

Baca juga : Banten Otonan Bali – Ini Prosesi dan Doa-doanya yang dilakukan

Tetapi tidak seluruhnya upacara ngaben besar, ada banyak upacara ngaben yang dilakukan secara sederhana seperti Mitrayadnya, Pranawa dan Swasta. Ada banyak tipe upacara ngaben sederhana, yakni:

1. Mendhem Sawa

Upacara ngaben dengan mayat yang utuh umumnya upacara ini dilaksanakan dalam waktu 3-7 hari terhitung setelah kematiannya . adapun realisasinya dilaksanakan dalam waktu satu bulan sesudah orang itu meninggal.
Dalam waktu itu mayat ditempatkan di tempat balai adat, untuk menghindari pembusukkan dengan ramuan khusus. pada periode waktu tunggu itu mayat diberlakukan semestinya manusia hidup yang sedang tidur.

2. Ngaben Mitra Yajna

Wisatawan dan masyarakat melihat arak-arakan peti mayat berbentuk sapi dan keranda bertingkat sembilan atau Bade yang berisi mayat

Ngaben yang sudah dilakukan menurut lontar Yama Purwana Tattwa, Penerapannya Atiwa-tiwa pembakaran mayat diputuskan dalam ketetapan dalam Yama Purwana Tattwa terutamanya mengenai upakara dan dikerjakan di dalam waktu tujuh hari tanpa penentuan hari baik

3. Pranawa Pranawa

Wisatawan dan masyarakat melihat pembakaran peti berwujud sapi yang berisi mayat Ngaben yang memakai aksara atau huruf suci dengan lambang sawa. yakni diselenggarakan upacara ngulapin pada mayat yang sudah dikubur sepanjang 3 hari saat sebelum dilaksanakan pembakaran mayat.

Pejati dan Pengulapan di tempat dalam Jaba Pura Dalam dengan fasilitas bebanten untuk pejati. di hari pengabenan jemek dan tulangnya digabungkan dalam pemasmian.

4. Pranawa Bhuanakosa

Pranawa Bhuanakosa sebagai tuntunan Dewa Brahma ke Rsi Brghu, ngaben Bhuanakosa ini dilaksanakan ke mayat yang baru meninggal dan ditanamkan di setra.

5. Swasta

Upacara Ngaben massal. Ritual besar tiga tahun sekali itu mengikutsertakan beberapa ribu masyarakat untuk melihat kremasi untuk puluhan mayat/jasad sekaligus sebagai penghormatan paling akhir.

Kata Swasta sendiri memiliki makna lenyap atau hilang, sebagai upacara ngaben tanpa mengikutsertakan mayat atau rangka mayat. Ini dijalankan karena banyak hal seperti meninggal di luar negeri atau mayat yang tidak diketemukan.

Upacara Ngaben di Bali

Pada umumnya rangkaian penerapan ritual upacara ngaben di Bali seperti berikut:

Upacara untuk panggil sang Atma. Upacara ini dilaksanakan jika yang berkaitan mati di luar rumah seperti pada rumah sakit. Upacara ini dilakukan tidak sama sesuai tata panduan dan tradisi setempat, ada yang melakukannya di perempatan jalan, pertigaan jalan, dan kuburan setempat.

Nyiramin atau Ngedusin

Upacara untuk membersihkan mayat, upacara ini umumnya dilakukan di pekarangan rumah keluarga yang berkaitan (natah). Dibarengi pemberian simbol-simbol seperti bunga melati di rongga hidung, belahan kaca di atas mata, daun intaran di alis.

Dan peralatan yang lain dengan maksud mengembalikan fungsi dari tubuh dari tahapan tubuh yang tidak digunakan ke asalnya, jika roh almarhum alami reinkarnasi kembali agar dianugerahkan badan yang lengkap.

Kajang

Kajang adalah selembar kertas putih yang ditulisi dengan aksara-aksara magis oleh pemangku. Sehabis di catat para keluarga dan turunan dari yang bersangkutan akan melakukan upacara ngajum kajang dengan menekan kajang sedikit demi sedikit sekitar 3x.

Sebagai lambang kemantapan hati para keluarga melepaskan keperginya almarhum dan menjadikan satu hati para keluarga hingga almarhum dapat segera lakukan perjalanan ke alam selanjutnya

Ngaskara

Penyucian roh almarhum, dengan maksud supaya roh bisa menyatu dengan dengan tuhan.

Mameras

Upacara ini dilaksanakan jika almarhum sudah mempunyai cucu. Karena menurut kepercayaan cucu itu yang hendak memandu jalannya almarhum melalui doa dan karma baik yang mereka lakukan

Papagetan

Datang dari kata pegat yang memiliki arti putus, upacara ini untuk memutus hubungan duniawi dan cinta dari keluarga almarhum, karena ke-2 unsur itu akan merintangi perjalanan sang roh ke arah Tuhan.

Dengan ini maknanya keluarga almarhum sudah tulus melepaskan keperginya almarhum ke tempat yang lebih bagus.

Sarana upacara ini ialah sesaji yang diatur di suatu lesung batu yang diatasnya diisi dua cabang pohon dadap yang dibuat seperti gawang dan dibentangkan benang putih pada ke-2 cabang pohon itu.

Nanti benang ini akan dilalui oleh keluarga dan pengusung mayat saat sebelum keluar dari rumah sampai putus.

Pakiriman Ngutang

Sama sesuai upacara Papegatan karena itu diteruskan dengan pakiriman ke makam setempat, mayat dan kajangnya selanjutnya dinaikan di ke atas Bade atau wadah, yakni menara pengusung mayat (ini tidak harus ada, dan dapat diganti keranda biasa yang disebutkan pepaga.

Dari rumah yang bersangkutan masyarakat akan mengangkat semua peralatan upacara dan mayat disertai dengan Baleganjur.

Di perjalanan menuju makam mayat akan diarak berputar-putar 3x di muka rumah almarhum, bersimpangan arah jarum jam sebagai simbol kembalikan unsur Pancha Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing, dan sebagai pertanda perpisahan dengan keluarga.

Berputar-putar 3x di perempatan dan pertigaan desa sebagai lambang perpisahan dengan lingkungan masyarakat. Berputar-putar 3x dari muka makam sebagai lambang perpisahan dengan dunia.

Ngeseng

Upacara pembakaran mayat, mayat dibaringkan di lokasi yang disiapkan diikutkan sesaji selanjutnya diperciki oleh pemangku yang memimpin upacara dengan Tirta Pangentas yang bertindak selaku api disertai dengan Puja Mantra dari pemangku.

Sesudah usai baru mayat dibakar, tulang-tulang hasil pembakaran selanjutnya digilas dan dirangkai dalam buah kelapa gading yang sudah dikeluarkan airnya.

Nganyud

Nganyud memiliki makna sebagai ritual untuk menghanyutkan semua kekotoran yang masih tetap tertinggal dalam roh almarhum dengan simbolisasi berbentuk menghanyutkan abu mayat. Upacara ini umumnya dilaksanakan di laut, atau sungai.

Makelud

Makelud umumnya dikerjakan 12 hari sehabis upacara pembakaran mayat. Arti upacara makelud ini ialah bersihkan dan mensucikan kembali lingkungan keluarga imbas kesedihan yang menimpa keluarga yang ditinggal.

Filosofis 12 hari kesedihan ini diambil dari Wiracarita Mahabharata, saat Sang Pandawa alami periode hukuman 12 tahun di tengah-tengah hutan.

Upacara ngaben sebenarnya mengajari kita jika tiap hidup manusia akan balik ke sang pencipta. Kita sebagai individu manusia ini diingatkan jika kehidupan di bumi ini tidak kekal saat roh menuju nirwana cuma amal perbuatan yang temani. ( dirangkum dari beberapa sumber tradisi dan Budaya Bali )