Overthinking, Pernahkah kamu merasa kepalamu terus “berbicara” bahkan ketika semuanya terlihat baik-baik saja? Kamu sedang duduk tenang, tapi pikiran justru sibuk berlari—menganalisis, membayangkan skenario buruk, atau menyesali keputusan yang sudah berlalu. Selamat datang di dunia overthinking, si musuh diam-diam yang kerap menyamar sebagai kebiasaan “memikirkan segala kemungkinan”.
Namun jangan salah, overthinking bukanlah tanda bijak atau teliti. Ia justru seperti pasir hisap bagi mentalmu—semakin dalam kamu terjebak, semakin sulit keluar.
Baca Juga : https://triponnews.com/detoks-digital-pentingnya-istirahat-dari-layar-gadget/
Apa Itu Overthinking?
Secara sederhana, overthinking adalah kebiasaan berpikir secara berlebihan tentang sesuatu—baik yang sudah terjadi, belum terjadi, atau bahkan tidak akan pernah terjadi. Bisa tentang ucapan teman kemarin, keputusan karier minggu depan, atau kesalahan kecil yang terus kamu ulang dalam kepala.
Ada dua bentuk umum overthinking:

- Ruminasi: mengulang-ulang kejadian masa lalu.
- Kekhawatiran berlebihan: terlalu memikirkan masa depan.
Keduanya seperti benang kusut yang tak pernah selesai.
Mengapa Overthinking Merusak?
Sekilas, berpikir tampak seperti aktivitas yang “aman”. Tapi ketika itu berubah menjadi obsesi tak produktif, dampaknya nyata:
- Stres kronis: tubuh terus menerus dalam mode “siaga”, seolah bahaya selalu mengintai.
- Gangguan tidur: pikiran aktif saat tubuh lelah = insomnia.
- Kecemasan sosial: takut salah, takut dinilai, takut ditolak.
- Produktivitas menurun: terlalu lama di kepala, lupa bertindak.
Yang lebih menyedihkan, overthinking bisa membuat seseorang kehilangan rasa percaya diri, karena terus merasa ada yang salah atau kurang dari dirinya.
Baca Juga : https://triponnews.com/olahraga-ringan-di-rumah-tubuhmu-akan-berterima-kasih/
Mengapa Kita Sering Terjebak?
Kita hidup di era penuh tekanan. Media sosial menampilkan “kehidupan sempurna”, tuntutan kerja makin tinggi, dan kita diajarkan untuk “selalu mempertimbangkan semua kemungkinan”.
Tapi kadang, niat untuk berhati-hati berubah jadi perang dalam kepala sendiri.
“Bagaimana kalau aku salah ambil keputusan?” “Kenapa tadi dia jawabnya dingin ya?” “Harusnya aku nggak ngomong kayak gitu…”
Pola pikir ini muncul bukan karena lemah, tapi karena kita terlalu ingin mengendalikan segalanya. Padahal, tidak semua hal bisa (atau perlu) dikendalikan.
Tanda-Tanda Kamu Overthinking
Kamu mungkin sedang overthinking jika:
- Terbangun tengah malam karena terus mengulang percakapan tertentu.
- Kesulitan membuat keputusan kecil (seperti mau makan apa).
- Merasa lelah, meski tidak melakukan aktivitas fisik berat.
- Sering berpikir “bagaimana jika…” tanpa henti.
Cara Keluar dari Perang Pikiran Ini
Berita baiknya: overthinking bisa diatasi. Tidak instan, tapi mungkin.
- Tulis, Jangan Simpan
Menulis pikiran di jurnal bisa membantu “memindahkan” beban dari kepala ke kertas. Kadang, hal yang tampak besar di pikiran justru terlihat sepele saat ditulis.
- Tanya Diri Sendiri: Apakah Ini Produktif?
Latih diri untuk mengenali: apakah kamu sedang mencari solusi atau sekadar berputar-putar dalam kecemasan?
- Fokus pada Hal yang Bisa Dikendalikan
Daripada memikirkan “bagaimana kalau besok gagal presentasi?”, fokuslah pada persiapan yang bisa kamu lakukan hari ini.
- Tarik Napas, Kembali ke Saat Ini
Latihan mindfulness seperti pernapasan dalam atau meditasi bisa melatih pikiran untuk hadir di saat ini—bukan masa lalu atau masa depan yang belum pasti.
- Berani Ambil Tindakan
Terkadang, satu langkah kecil bisa membungkam seribu keraguan. Bergeraklah meski belum sempurna.
Akhir Kata: Damai Itu Ada di Dalam Kepala yang Tenang
Kamu tidak harus tahu semua jawabannya hari ini. Tidak harus sempurna. Tidak harus punya semua kendali. Kadang, yang kamu butuhkan hanya diam sejenak, bernapas, dan percaya bahwa kamu cukup.
Overthinking bukan siapa dirimu. Ia hanya kebiasaan—dan semua kebiasaan bisa diubah.
Mulailah hari ini. Jangan biarkan musuh diam-diam ini mencuri kebahagiaanmu lagi.