Makepung Lampit, Sebuah Tradisi Makepung di Jembrana Bali

Makepung Lampit, Sebuah Tradisi Makepung di Jembrana Bali

Makepung Lampit merupakan sebuah tradisi turun temurun di Jembrana. Khususnya Desa Subak Peh Kaja. Namun
Sejak pandemi covid-19 even makepung ini di tutup lebih dari satu tahun.

Karena mengikuti aturan pemerintah daerah dan pusat untuk tidak melakukan kegiatan yang menyebabkan kerumunan. Walaupun sempat tutup, tetapi para pemilik kerbau pacuan ( Misa ) masih tetap menjaga dan memelihara kerbaunya dengan melakukan latihan dengan berbagai cara.

Salah satunya adalah pacuan kerbau ini, dengan latih di luar sirkuit makepung. Misalnya dengan Makepung di sawah atau di pantai. Pacuan yang hampir sama dengan latihan ini, berbeda jauh dengan di sirkuit.

Khusus makepung Lampit, tanpa kereta dan media jalur pacuan di lumpur (di persawahan yang mendekati saat penanaman padi ).

Awal Mula Makepung Lampit

Makepung Lampit Jembrana merupakan awal mula dari munculnya pertunjukan makepung. Itu tradisi leluhur. Tidak begitu populer dan berkembang. Kegaiatan ini ialah pertunjukan unik balap di atas air dan lumpur selebar 500 meter.

Seperti Makepung kali ini yang diadakan di Subak Peh Kaja, Dusun Kaliakah, Kecamatan Negara, Minggu (17/10) tempo hari. Pertunjukan makepung lampit atau makepung betenan, dilaksanakan komunitas lampit pemilik misa dan dilaksanakan setiap mendekati saat penanaman padi.

Menurut salah satu warga setempat, Nengah Tangkas (70), mengatakan tradisi makepung yang ada di Kaliakah telah ada sejak sejak dulu yang di buat oleh para tetua di desa.

Munculnya aktivitas unik ini tidak terlepas dari budaya agraris di Kabupaten Jembrana. Berawal saat musim turun hujan dan untuk kepentingan pemrosesan sawah, para petani saling tarik dengan para petani dengan sistem gotong-royong bajak sawahnya.

Proses dari selesai pembajakan lahan (melasah atau ngelampit) memakai misa yang sudah dilakukan saling bebarengan. Jumlahnya kerbau yang di turunkan saat proses itu, munculkan keinginan untuk beradu cepat dalam menyelesaikan tanah garapan.

“sama seperti makepung yang diadakan di sirkuit khusus, Lampit ini juga memakai sepasang kerbau dan seperangkatan lampit ” katanya. Para petani beradu cepat menyelesaikan proses ngelampit memakai kerbau itu.

Makepung Lampit, Sebuah Tradisi Makepung di Jembrana Bali
Sumber Photo : id-photographer

Masih Banyak Peminat

Sekarang ini, komunitas makepung Lampit di desa Kaliakah sekarang masih sekitar 10 KK. Jauh turun dari mulanya, salah satu penyebabnya adalah kerbau tidak lagi sebagai alat penting untuk pengolahan sawah.

Di saat tertentu, komunitas ini mencoba kerbau mereka untuk makepung Lampit.

Dinas Pariwisata Budaya Kabupaten Jembrana menyebutkan kegiatan tradisi makepung ini sebagai satu diantaranya pertunjukan binaan. Mulai diadakannya makepung dengan lampit ini, diharapkan menjadi pengobat kangen komunitas pemilik misa, karena lama vakum dengan even tahunan.

Plt Kadis Parbud Jembrana A.A. Mahadikara Sadaka, lewat Kabid Pariwisata Komang Gede Hendra Susanta mengatakan Makepung Lampit ini akan dipropagandakan kembali untuk wisatawan. Seperti kemarin, beberapa photografer cari moment Makepung unik dan langka ini untuk photo.

Dinas akui akan melakukan pengkajian lebih dalam apa peluang di samping dari segi photografi. “Konsepnya sebagai pembimbing berkewajiban melihat keadaan langsung di lapangan. Walau sempat vakum, rupanya pertunjukan makepung lampit masih disukai.

“Kami berharap keadaan ke depan lebih baik dan pandemi berakhir. Hingga even yang semakin besar akan terwujud,” sebut Mahadikara. Dalam Makepung Lampit ini sedikit misa yang di turunkan. Berbeda jauh dengan even besar seperti Makepung Cup.

Baca juga : Tradisi Gambelan Jejog Jembrana