Parah! Korupsi Dana Adat dan Sesajen Se-kota Denpasar hingga 1 M

Korupsi Dana Adat dan Sesajen Se-kota Denpasar hingga 1 M

DENPASAR – Parah! Korupsi Dana Adat dan Sesajen Se-kota Denpasar hingga 1 M. Penyelewengan dana adat dan pengadaan sesajen tahun anggaran 2019-2020 dilakukan oleh seorang pejabat di Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Denpasar, Bali hingga mencapai angka 1 miliar. Tersangka berinisial IGM ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejari Denpasar.

Tersangka IGM diduga menyelewengkan dana bantuan keuangan khusus (BKK) Propinsi Bali dan Kota Denpasar berupa aci-aci (upacara adat) dan sesajen tahun anggaran 2019-2020.

“Penetapan IGM sebagai tersangka berdasarkan pada surat Penetapan Tersangka Nomor 01/N.1.10/Fd.1/08/2021 tanggal 5 Agustus 2021,” kata Kepala Kejari Denpasar Yuliana Sagala

Ditetapkanya IGM setelah melakukan pemeriksaan beberapa saksi dari elemen pemerintah sampai adat sebagai pihak yang menerima dana bantuan, seperti bendesa, kelihan adat, dan pekaseh subak. Pengumpulan barang bukti, membaca laporan hasil penyidikan dan dilaksanakan ekspose perkara.

Korupsi Dana Adat dan Sesajen Se-kota Denpasar hingga 1 M

Dengan hasil tersebut, maka ditemukan adanya bukti yang cukup, yakni sekurang-kurangnya 2 alat bukti. Hal tersebut seperti dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk memutuskan status tersangka.

Yuliana menerangkan IGM sebagai pembuat anggaran (PA) sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) pada aktivitas penyediaan barang jasa aci-aci dan sesajen untuk desa adat, banjar adat, dan subak yang ada di bawah kelurahan se-Kota Denpasar.

Dana ini berasal dari bantuan keuangan khusus (BKK) Propinsi Bali dan BKK Kota Denpasar tahun 2019 dan 2020 pada Dinas Kebudayaan Kota Denpasar.

“Modus operasi terdakwa sebagai PA dan PPK tidak melakukan ketentuan penyediaan barang/jasa pemerintah dan pengaturan keuangan negara/daerah yang efisien dan efektif,” jelas Yuliana.

Selain mengalihkan aktivitas dari penyediaan barang/jasa jadi penyerahan uang yang dibarengi adanya pemangkasan untuk fee relasi. IGM sebagai PPK tidak membuat rencana umum penyediaan, merubah kegiatan, dan melakukan pemilihan langsung yang tidak sesuai ketentuan yang berjalan dan pembuatan document pengadaan fiktif.

“Karena tindakan IGM itu, ada potensi kerugian keuangan negara sejumlah Rp 1 miliar lebih,” papar Yuliana.

IGM sekarang disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 atau Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Peraturan ini sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Adapun jadwal kami setelah itu menyelesaikan berkas perkara dan memberikannya ke pengadilan untuk dipersidangkan,” terang Yuliana.