TRIPONNEW.com – Perbedaan PPKM Jawa-Bali dan PPKM Mikro. Setelah Kasus Covid-19 kembali mengalami lonjakan pasca-liburan Lebaran. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, 90 % tempat tidur untuk menjaga pasien Covid-19 di DKI Jakarta sudah berisi.
Bahkan juga pada Senin (21/6/2021), ada tambahan 14.536 kasus baru Covid-19 di Indonesia. Angka itu sebagai tambahan kasus harian paling tinggi semenjak kasus Covid-19 pertama kalinya terverifikasi pada 2 Maret 2020.
Untuk menekan laju penyebaran Covid-19 yang mengganas, ini kali pemerintahan masih tetap mempertahankan peraturan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro. Dengan begitu, lebih dari satu tahun wabah, pemerintahan sudah mengaplikasikan beragam jenis kebijakan untuk menekan laju penyebaran Covid-19 dimulai dari PSBB sampai PPKM mikro.
Dalam kesempatan ini triponnews.com meringkas tentang perbedaan antara PPKM Jawa-Bali dan PPKM Mikro yang sudah diterapkan pemerintahan untuk menekan laju penyebaran Covud-19. Berikut pemaparannya yang merujuk pada Ketentuan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020.
PPKM Jawa-Bali dan PPKM Mikro, simak perbedaanya
PPKM Jawa-Bali dan PPKM micro, serta PSBB merupakan kebijakan yang sama-sama mempunyai tujuan untuk mencegah penebaran Covid-19 dengan membatasi mobilisasi dan kegiatan masyarakat. Perbedaannya, PSBB lebih ketat hanya karena mengizinkan beberapa sektor fundamental yang bekerja setiap harinya.
PPKM Jawa-Bali
PPKM Jawa-Bali sebagai ketentuan lanjutan yang diterapkan pemerintah selesai PSBB. PPKM Jawa-Bali diterapkan pada saat penyebaran Covid-19 terpusat di dua pulau tersebut. PPKM Jawa-Bali mengarah pada Perintah Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2021 mengenai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.
Perbedaan khusus PPKM Jawa-Bali dengan PSBB ialah pemberlakuannya dilaksanakan secara sepihak oleh pemerintah pusat. Dengan begitu, pemda harus jalankan ketetapan yang sudah diatur pemerintah pusat.
Ketentuan PPKM Jawa-Bali yaitu membatasi tempat kerja perkantoran dengan mengaplikasikan work from home (WFH) sejumlah 75 % dan work from office (WFO) sejumlah 25 % dengan berlakukan prosedur kesehatan lebih ketat.
Selanjutnya, melakukan aktivitas belajar mengajarkan secara online/online.Kemudian bidang fundamental yang terkait dengan kebutuhan pokok warga masih tetap bisa bekerja 100 % dengan penataan jam operasional, kapasitas, dan implementasi protokol kesehatan lebih ketat.
PPKM Jawa-Bali membolehkan aktivitas makan di restaurant (makan/minum pada tempat sejumlah 25 %) dan untuk service makanan lewat pesan-antar/dibawa pulang masih tetap dibolehkan sesuai jam operasional restaurant.
Disamping itu, membatasi jam operasional untuk pusat belanja/mal s/d jam 19.00 WIB. Selanjutnya, mengizinkan aktivitas konstruksi bekerja 100 % dengan implementasi protokol kesehatan lebih ketat.
PPKM Mikro
PPKM mikro merujuk pada Instruksi Mendagri Nomor 3 Tahun 2021. Ketentuan itu berisi tentang PPKM berbasiskan mikro dan pembangunan posko penaganan Covid-19 pada tingkat dusun dan kelurahan dalam rencana pengaturan Covid-19.
Daerah implementasi awalnya masih di Pulau Jawa dan Bali dengan ketentuan yang lebih mikro sampai ke tingkat RT/RW. PPKM mikro dilaksanakan dengan menimbang persyaratan zonasi pengaturan daerah sampai tingkat RT, dengan persyaratan seperti berikut: zone hijau, zone kuning, zone oranye, dan zone merah.
Pada zone merah, dilaksanakan PPKM tingkat RT yang meliputi penutupan rumah beribadah, tempat untuk bermain anak, dan tempat umum yang lain terkecuali bidang fundamental. Disamping itu, pada RT zone merah diterapkan larangan berkerumun lebih dari 3 orang, pembatasan keluar masuk daerah RT maksimal sampai jam 20.00.
Selanjutnya, aktivitas sosial masyarakat di lingkungan RT yang bisa memunculkan keramaian dan mempunyai potensi menyebabkan penyebaran virus corona harus ditiadakan.
Penerapan PPKM mikro dilaksanakan lewat koordinasi di antara semua elemen yang turut serta, dimulai dari ketua RT/RW, kades/lurah, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Satpol PP, Team PKK, Posyandu, dan Dasawisma. Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, karang taruna, dan tenaga medis diikutsertakan dalam koordinasi antarunsur ini.
Baca Juga : Pariwisata Bali Berbasis Vaksin sedang di canangkan oleh Menparekraf
Untuk koordinasi, pemantauan, dan penilaian penerapan PPKM mikro, dibuat posko tingkat desa dan kelurahan, yang bakal dipantau oleh posko tingkat Kecamatan.
Posko tingkat desa dan kelurahan ialah lokasi atau lokasi yang jadi posko pengatasan Covid-19, dan mempunyai empat peranan, yakni: Pecegahan, Penanganan, Pebinaan Simpatisan penerapan penanganan Covid-19 pada tingkat desa dan kelurahan.
Posko tingkat desa dipimpin oleh kades, yang ditolong oleh aparatur desa dan partner desa yang lain. Sedang posko tingkat kelurahan dipimpin oleh lurah, yang dibantu oleh aparatur kelurahan.
Penerapan PKKM Mikro
Dalam penerapan perannya, posko tingkat desa dan kelurahan bekerjasama dengan Satuan tugas Covid-19 tingkat kecamatan, kabupaten/kota, dan propinsi, dan TNI-Polri. PPKM mikro dilaksanakan bertepatan dengan PPKM kabupaten/kota, yang terbagi dalam implementasi work from home (WFH) sejumlah 50 % aktivitas belajar mengajarkan secara online.
Baca Juga : Pembukaan Penerbangan Internasional di Bali terancam Batal, Ini tandanya
Bidang fundamental masih tetap bekerja 100 % dengan pengaturan jam operasional, kemampuan, dan pengetatan protokol kesehatan Selanjutnya, diterapkan beberapa pembatasan, yakni aktivitas restaurant (makan/minum pada tempat) terbatasi sejumlah 50 %.
Pembatasan jam operasional untuk pusat belanja/mal optimal jam 21.00, dengan pengetatan prosedur kesehatan pembatasan tempat beribadah sejumlah 50 %.
PPKM mikro menghentikan sementara sarana umum dan aktivitas sosial budaya yang bisa memunculkan keramaian. Selanjutnya, mengendalikan kemampuan dan jam operasional angkutan umum.
Mengizinkan aktivitas konstruksi bekerja 100 % dengan pengetatan protokol kesehatan. Seiring terus bertambahnya kenaikan kasus Covid-19, pemerintahan juga meluaskan implementasi PPKM mikro di 34 propinsi.