Mebuug buugan, Tradisi sakral desa adat kedonganan

Mebuug buugan, Tradisi sakral desa adat kedonganan

Tradisi sakral Mandi lumpur atau mebuug buugan merupakan tradisi adat desa Kedonganan yang di rayakan setiap tahun, satu hari setelah perayaan hari raya nyepi. Yaitu bertepatan dengan perayaan Ngembak Geni. Mebuug buugan di percaya oleh masyarakat Kedonganan sebagai ritual pembersihan diri dari aura negatif dan hal-hal buruk yang sudah dilakukan sebelumnya.

Kegiatan ritual sakral ini diikuti oleh semua warga desa adat kedonganan, mulai dari Pria, wanita, anak-anak, orang dewasa, sampai kakek nenek.

Sebelum melakukan ritual mebuug buugan, mereka akan menggunakan pakaian adat dan mengawali acara dengan berdoa bersama.

Baca Juga : Tradisi Ngerebong, Warisan Budaya Asli Denpasar yang diakui Dunia

Ritual Umat Hindu mebuug buugan ini memiliki unsur filosofi. Mebuug-buugan berawal dari kata Buug yang maknanya tanah atau lumpur. Lumpur dipandang seperti lambang kotor atau hal jelek dan kotor.

Dengan melakukan ritual mandi lumpur ini, masyarakat terhindar dari bahaya dan terlepas dari hal-hal buruk yang akan terjadi.

Perayaan Ritual Mebuug buugan

Perayaan ritual diawali dengan acara dengan berdoa bersama. Kemudian mereka bersama-sama menuju hutan mangrove sambil bernyayi, mereka menyusuri hutan mangrove untuk mandi lumpur.

Setelah tiba di lokasi hutan mangrove yang sudah ditentukan sebelumnya, mereka merendam tubuh mereka ke dalam lumpur.

Mebuug buugan Tradisi sakral desa adat kedonganan

Keceriaan dan tawa ria sering kedengaran saat kegiatan tradisi mandi lumpur dilaksanakan. Para remaja dan anak anak sama-sama membalut tubuh mereka dengan lumpur hingga ke bagian kepala.

Sesudah mandi lumpur, mereka berarak-arak ke arah pantai. kemudian bermain dan menari. Selanjutnya mereka masuk ke air dan membersihkan lumpur yang menempel di badan mereka secara bersama-sama.

Sesudah bersih dari lumpur, mereka akan pergi ke pura untuk bersembahyang dan mendapatkan air suci sebagai anugrah pembersihan. Selanjutnya kembali lagi ke rumah.

Baca Juga : Tradisi Perang Pandan di Desa Tenganan Pegringsingan

Tradisi ini sempat terlewatkan karena letusan Gunung Agung tahun 1963 yang menyebabkan bali gelap karena tertutup abu letusan gunung agung. Kemudian terjadinya tragedi 1965 gerakan 30 september ( G30S PKI ) sebagai tragedi pembataian anggota yang tergabung dalam gerakan PKI.

Semenjak tahun 2015 sampai sekarang, Mebuug-buugan tidak cuman jadi peristiwa penyucian, tapi juga media mengenali lingkungan. Pelaksanaan tradisi ini sebagai ucapan syukur dan terima kasih pada Ibu Pertiwi atas semua karunianya seperti kesuburan tanah. Dan mebuug-buugan jadi sarana pembersihan secara skala (lahir) dan niskala (batin).