Open Border Hanya Wacana, Tanpa Didukung Kebijakan Pemerintah Pusat

Open Border Hanya Wacana

DENPASAR – Open Border Hanya Wacana, Tanpa Didukung Kebijakan Pemerintah Pusat. Penerbangan internasional dari dan ke Bali telah dibuka semenjak 14 Oktober kemarin. Tetapi kenyataannya sampai saat ini tidak ada kunjungan internasional ke Bali.

Ketua Asita Bali, Putu Winastra, Senin (15/11) menjelaskan, ada yang keliru di tataran ketentuan ketika sebulan saat dibuka tidak ada kedatangan internasional. Dia memandang ada tiga point yang mengakibatkan belum ada wisatawan luar negeri yang tiba.

“Walau sebenarnya kita telah bersih-bersih rumah, kamarnya telah bersih tetapi gemboknya masih dibawa hingga orang tidak bisa datang,” katanya.

Kunci gembok itu satu diantaranya ialah persyaratan kedatangan, yakni visa saat seorang ingin memasuki suatu negara. Sejauh ini tidak ada visa wisatawan seperti dahulu kembali seperti tidak ada Visa on Arrival (VoA), free bisa tidak ada.

Baca juga : Singapura Tak Lakukan Karantina bagi Pelaku Perjalanan dari Negara Besar

“Yang ada cuma visa kunjungan yang dapat digunakan untuk wisata. Indeksnya ialah B211A sesuai Permenkumham 34,” katanya.

Open Border Hanya Wacana, Tanpa Didukung Kebijakan Pemerintah Pusat

Visa kunjungan dapat digunakan untuk berwisata tetapi harus didapatkan lewat sponsor. Sponsor ini juga harus teregistrasi di imigrasi, yang dapat meng-apply visa itu. Sementara tidak banyak sponsor yang dapat melakukan hal itu.

Dengan tidak banyaknya, karena itu cukup sulit seseorang dalam mencari visa. Disamping itu, biaya lakukan apply visa jadi lebih tinggi. Saat kesulitan ini tidak terfasilitasi karena itu efeknya pada suplai and permintaan.

“Jadi saat ini tidak ada VoA seperti sebelumnya, harus ada apply dan harus ada sponsor, itu yang membuat sulit untuk berkunjung,” bebernya.

Jalan keluar yang ditawarkan ialah visa supaya diberi sesuai kategori beberapa negara yang berada di dalam daftar negara yang dapat datang ke Indonesia.

“Pemerintah sudah seharusnya dapat melakukan spesififikasi mana negara yang low risk, medium risk dan high risk. Saat ia telah low risk country, diharapkan ada VoA lah. Bila medium risk country misalkan dapat menggunakan sponsor,” jelasnya.

Kendala ke-2 ialah karantina 3 hari di kamar. Secara psikologis, peraturan ini akan memberikan ketidaknyaman untuk orang yang hendak liburan. Sementara di satu segi, saat sebelum datang, calon wisman harus mengantongi hasil negative swab PCR 3×24 jam, harus vaksin jumlah lengkap.

Simak juga : Sambut Pariwisata Era Baru, Menparekraf Minta Pelaku Wisata Beradaptasi

Disamping itu sampai di negara tujuan mereka wajib melakukan swab PCR kembali. Bila semua prosesdur itu dilewati, menurut dia tidak begitu penting bila harus dikarantina 3 hari apa lagi karantina dalam kamar.

Oleh karenanya, dia berharap pemerintah memperhitungkan untuk menghapus karantina bila semua syarat lengkap. Masalah yang lain ialah, hingga saat ini tidak ada direct flight dari Eropa ke Bali.

Open Border Hanya Wacana

Ini karena airlines memandang dengan transit, akan memberi tambahan penumpang di negara transit hingga perjalanan yang sudah dilakukan lebih efektif.

Ia mengharapkan ke depan, penerbangan ke Bali dapat singgah di 19 negara yang dibolehkan berkunjung ke Bali. Misalkan ambil penumpang di Eropa dengan berkunjung di Dubai atau Doha, baru selanjutnya terbang ke Bali.

Ada banyak masalah yang perlu dihadapi Bali sesudah dibukanya perjalanan internasional. Menurut dia sepanjang pembuat peraturan dapat mempertimbangkan masalah itu, rekondisi pariwisata Bali tidak lama.

Dia juga percaya bakal ada kunjungan wisman bila ada visa VoA dan karantina dihapus, karena orang Eropa ingin berpergian ke luar negeri termaksud Bali. “Ketentuan yang sulit sementara orang masih mempunyai daya beli, yang membuat orang malas datang berkunjung.

Ketikan kebijakan itu dapat dirubah saya percaya pariwisata Bali bisa pulih. Bila kebijakannya seperti ini terus, karena itu open border akan cuma sebatas wacana,” tegasnya. dikutip dari Bali post